Burden Sharing Temporer, Investor Asing Borong Obligasi RI Lagi

Investor asing kembali berbelanja surat utang terbitan Pemerintah RI atau Surat Berharga Negara (SBN) di pengujung bulan September lalu, di tengah arus jual yang menguat hingga mengantar net sell pemodal global di angka bulanan terbesar sejak 2022 silam.
Kembalinya investor asing memeriahkan perburuan investor akan surat utang negara sampai perdagangan Kamis pagi ini (2/10/2025), mayoritas SUN bergerak turun yield atau imbal hasilnya, mengindikasikan terjadi permintaan beli yang mengerek harga obligasi negara.
Mengutip data Bloomberg realtime, SUN tenor 2Y terpangkas imbal hasilnya 1,2 bps ke level 5,018%, disusul oleh tenor 5Y sebanyak 1,7 bps kini di 5,498%.
Yield tenor 10Y juga turun 1,3 bps kini di 6,317%. Penurunan yield juga dicatat oleh tenor panjang 13Y sebanyak 2,2 bps dan 20Y yang terpangkas 1,1 bps.
Aksi beli investor di pasar surat utang RI yang sudah berlangsung sejak kemarin, terjadi di tengah sentimen pasar global shutdown pemerintahan Amerika Serikat (AS) yang diduga mendorong dana global oportunis memburu aset berimbal hasil tinggi.
Bullish di pasar SUN terdorong juga oleh pergerakan rupiah yang masih stabil. Setelah dibuka melemah 0,16%, rupiah berbalik ke level Rp16.598/US$.
Sentimen pasar surat utang domestik yang membaik itu kemungkinan didorong oleh adanya sedikit kepastian tentang arah fiskal ke depan termasuk perihal kebijakan burden sharing yang sifatnya sementara.
“Menkeu Purbaya menyinggung persepsi atas pembelian SBN oleh BI di pasar primer yang dinilai problematik. Hal ini mungkin mengindikasikan intervensi moneter BI terhadap kebijakan fiskal akan lebih terbatas pada pasar sekunder saja di masa mendatang,” kata tim analis Mega Capital Sekuritas, dalam catatannya pagi ini.
Bunga yang diperoleh BI dari SBN hasil debt switch obligasi VR, maupun pembelian SBN di pasar sekunder untuk reinvestasi burden sharing akan dikembalikan ke pemerintah melalui bunga deposito simpanan kas di BI menggunakan estimasi formula subsidi bunga kebijakan koperasi merah putih dan perumahan rakyat yang pernah dipaparkan sebelumnya.
“Hal ini berpotensi menciptakan sentimen positif di pasar SUN,” imbuh Lionel Priyadi, Fixed Income and Market Strategist Mega Capital.
Dalam wawancara eksklusif dengan Bloomberg Technoz, Selasa (30/9/2025), Menkeu Purbaya menegaskan, kebijakan burden sharing 2.0 bersama Bank Indonesia sifatnya sementara dan tidak akan menjadi opsi pembiayaan rutin APBN ke depan.
“Saya pikir untuk masa ini aja. Kalau burden sharing yang beli di pasar primer kan sebetulnya seperti monetizing (memonetisasi) kebijakan fiskal. Itu yang diharamkan di dunia moneter dunia. Jadi saya lihat ke depan seperti apa, harusnya itu akan kita hindari,” kata Purbaya.
Purbaya menilai, kebijakan burden sharing memberi sinyal buruk bahwa pemerintah melakukan monetisasi kebijakan fiskal.
“Bank sentral dipisah dari pemerintah untuk mencegah monetizing kebijakan pemerintah oleh bank sentralnya. Jadi pada waktu dipisah, bank sentral dibuat independen. Kalau sekarang pisah, tapi saya paksa mereka monetizing, sama saja. Kredibilitas akan berkurang pasti,” jelas Purbaya.
Asing Masuk Lagi
Mengutip data Kementerian Keuangan yang dikompilasi oleh Bloomberg, investor asing membukukan belanja SBN di angka terbesar selama September, sebanyak US$ 46,2 juta, pada 29 September lalu, sekitar Rp770 miliar.
Itu menjadi nilai pembelian asing terbesar selama September yang diwarnai tekanan jual terdalam sejak 2022. Selama bulan lalu sampai data terakhir 29 September, asing membukukan jual bersih SBN sebesar Rp41,09 triliun yang menjadi nilai net sell bulanan terbesar sejak Maret 2022 silam.
Animo asing yang kembali merebak di pasar surat utang, kemungkinan juga didorong oleh situasi di pasar global yang tengah diwarnai kenaikan ekspektasi akan arah kebijakan bank sentral AS yang lebih longgar.
Investor menyerbu surat utang AS, ditandai dengan penurunan yield di semua tenor terutama tenor pendek yang sensitif dengan arah pergerakan bunga acuan ke depan. Yield UST-2Y turun 7 bps ke level 3,539%. Lalu, tenor 5Y juga turun 6,4 bps bersama 10Y yang juga terpangkas 4,8 bps kini di 4,102%.
Pasar kini memperkirakan Federal Reserve akan kembali menurunkan bunga acuan sebanyak dua kali di kuartal akhir tahun ini masing-masing 25 bps.
Sentimen positif di pasar obligasi global akan memberi dukungan pada pasar domestik terlebih bila rupiah mampu bergerak stabil di zona hijau.